BAB I
PENDAHULUAN
Membangun sistem Perekonomian Pasar yang berkeadilan sosial tidaklah cukup dengan sepenuhnya menyerahkan kepada pasar. Namun juga sangatlah tidak bijak apabila menggantungkan upaya korektif terhadap ketidakberdayaan pasar menjawab masalah ketidakadilan pasar sepenuhnya kepada Pemerintah. Koperasi sebagai suatu gerakan dunia telah membuktikan diri dalam melawan ketidakadilan pasar karena hadirnya ketidaksempurnaan pasar. Bahkan cukup banyak contoh bukti keberhasilan koperasi dalam membangun posisi tawar bersama dalam berbagai konstelasi perundingan, baik dalam tingkatan bisnis mikro hingga tingkatan kesepakatan internasional. Oleh karena itu banyak Pemerintah di dunia yang menganggap adanya persamaan tujuan negara dan tujuan koperasi sehingga dapat bekerjasama.
Meskipun demikian di negeri kita sejarah pengenalan koperasi didorong oleh keyakinan para Bapak Bangsa untuk mengantar perekonomian Bangsa Indonesia menuju pada suatu kemakmuran dalam kebersamaan dengan semboyan "makmur dalam kebersamaan dan bersama dalam kemakmuran". Kondisi obyektif yang hidup dan pengetahuan masyarakat kita hingga tiga dasawarsa setelah kemerdekaan memang memaksa kita untuk memilih menggunakan cara itu. Persoalan pengembangan koperasi di Indonesia sering dicemooh seolah sedang menegakan benang basah. Pemerintah di negara-negara berkembang memainkan peran ganda dalam pengembangan koperasi dalam fungsi "regulatory" dan "development".
Koperasi sejak kelahiranya disadari sebagai suatu upaya untuk menolong diri sendiri secara bersama-sama. Oleh karena itu dasar "self help and cooperation" atau "individualitet dan solidaritet" selalu disebut bersamaan sebagai dasar pendirian koperasi. Sejak akhir abad yang lalu gerakan koperasi dunia kembali memperbaharui tekadnya dengan menyatakan keharusan untuk kembali pada jati diri yang berupa nilai-nilai dan nilai etik serta prinsip-prinsip koperasi, sembari menyatakan diri sebagai badan usaha dengan pengelolaan demoktratis dan pengawasan bersama atas keanggotaan yang terbuka dan sukarela. Menghadapi milenium baru dan globalisasi kembali menegaskan pentingnya nilai etik yang harus dijunjung tinggi berupa: kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial dan kepedulian kepada pihak lain (honesty, openness, social responsibility and caring for others) (ICA,1995). Runtuhnya rejim sosialis Blok-Timur dan kemajuan di bagian dunia lainnya seperti Afrika telah menjadikan gerakan koperasi dunia kini praktis sudah menjangkau semua negara di dunia, sehingga telah menyatu secara utuh. Dan kini keyakinan tentang jalan koperasi itu telah menemukan bentuk gerakan global.
Koperasi Indonesia memang tidak tumbuh secemerlang sejarah koperasi di Barat dan sebagian lain tidak berhasil ditumbuhkan dengan percepatan yang beriringan dengan kepentingan program pembangunan lainnya oleh Pemerintah. Krisis ekonomi telah meninggalkan pelajaran baru, bahwa ketika Pemerintah tidak berdaya lagi dan tidak memungkinkan untuk mengembangkan intervensi melalui program yang dilewatkan koperasi justru terkuak kekuatan swadaya koperasi.
Di bawah arus rasionalisasi subsidi dan independensi perbankan ternyata koperasi mampu menyumbang sepertiga pasar kredit mikro di tanah air yang sangat dibutuhkan masyarakat luas secara produktif dan kompetitif. Bahkan koperasi masih mampu menjangkau pelayanan kepada lebih dari 11 juta nasabah, jauh diatas kemampuan kepiawaian perbankan yang megah sekalipun. Namun demikian karakter koperasi Indonesia yang kecil-kecil dan tidak bersatu dalam suatu sistem koperasi menjadikannya tidak terlihat perannya yang begitu nyata.
Lingkungan keterbukaan dan desentralisasi memberi tantangan dan kesempatan baru membangun kekuatan swadaya koperasi yang ada menuju koperasi yang sehat dan kokoh bersatu. Menyambut pengeseran tatanan ekonomi dunia yang terbuka dan bersaing secara ketat, gerakan koperasi dunia telah menetapkan prinsip dasar untuk membangun tindakan bersama. Tindakan bersama tersebut terdiri dari tujuh garis perjuangan sebagai berikut :
1. koperasi akan mampu berperan secara baik kepada masyarakat ketika koperasi secara benar berjalan sesuai jati dirinya sebagai suatu organisasi otonom, lembaga yang diawasi anggotanya dan bila mereka tetap berpegang pada nilai dan prinsip koperasi;
2. Potensi koperasi dapat diwujudkan semaksimal mungkin hanya bila kekhususan koperasi dihormati dalam peraturan perundangan;
3. Koperasi dapat mencapai tujuannya bila mereka diakui keberadaannya dan aktifitasnya;
4. Koperasi dapat hidup seperti layaknya perusahaan lainnya bila terjadi "fair playing field";
5. Pemerintah harus memberikan aturan main yang jelas, tetapi koperasi dapat dan harus mengatur dirinya sendiri di dalam lingkungan mereka (self-regulation);
6. Koperasi adalah milik anggota dimana saham adalah modal dasar, sehingga mereka harus mengembangkan sumberdayanya dengan tidak mengancam identitas dan jatidirinya, dan;
7. Bantuan pengembangan dapat berarti penting bagi pertumbuhan koperasi, namun akan lebih efektif bila dipandang sebagai kemitraan dengan menjunjung tinggi hakekat koperasi dan diselenggarakan dalam kerangka jaringan.
Bagi koperasi Indonesia membangun kesejahteraan dalam kebersamaan telah cukup memiliki kekuatan dasar kekuatan gerakan. Daerah otonom harus menjadi basis penyatuan kekuatan koperasi untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan lokal dan arus pengaliran surplus dari bawah. Ada baiknya koperasi Indoensia melihat kembali hasil kongres 1947 untuk melihat basis penguatan koperasi pada tiga pilar kredit, produksi dan konsumsi.
Dengan mengembalikan koperasi pada fungsinya (sebagai gerakan ekonomi) atas prinsip dan nilai dasarnya, koperasi akan semakin mampu menampilkan wajah yang sesungguhnya menuju keadaan "bersama dalam kesejahteraan" dan "sejahtera dalam kebersamaan.
Di samping globalisasi, koperasi Indonesia memiliki sekaligus tiga tantangan yaitu :
1. Memperbaiki citranya sebagai kumpulan golongan ekonomi lemah pemburu fasilitas.
2. Kontribusinya yang meskipun secara sosial cukup tinggi, namun secara nominal masih sangat rendah dalam perekonomian nasional dibandingkan dengan badan usaha swasta.
3. Semakin rendahnya kesadaran masyarakat untuk bergotong-royong melalui koperasi seiring dengan meningkatnya modernitas dan individualisme.
Seluruh anggota koperasi, semestinyalah percaya pada nilai-nilai etis dari kejujuran, keterbukaan, tanggung Jawab sosial, dan kepedulian kepada orang lain. Koperasi yang baik, tidak akan membiarkan anggota-anggotanya tertinggal satu sama lain dalam peningkatan kesejahteraannya.la menambahkan prinsip-prinsip koperasi yang termuat dalam UU No 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian yang kemudian ditegaskan dalam Pernyataan Identitas Koperasi secara internasional pada tahun 1995 adalah keanggotaan sukarela dan terbuka.
Kemudian pengendalian anggota secara demokratis, partisipasi ekonomi anggota, otonomi, dan kebebasan. Pendidikan, pelatihan, dan Informasi. Kerjasama antar-koperasi, serta kepedulian terhadap komunitas. "Dilihat dari prinsip-prinsip ini. koperasi adalah pengejawantahan institusional dari gerakan anti-ka-pitalisme.
Oleh karenanya, membesarkan koperasi berarti membendung efek negatif globalisasi. Membiarkannya, berarti memposisikan rakyat untuk bertanding tidak setara. Tidak melindunginya, berarti mematikan kesejahteraan jutaan pedagang kaka lima, buruh, nelayan, dan petani.
Untuk memastikan meningkatnya peran koperasi dalam perekonomian nasional, kata Suryadharma, pemerintah melalui Kementerian Negara Koperasi dan UKM telah membuat instrumen Pemeringkatan Koperasi guna mendorong koperasi Indonesia menerapkan kaidah-kaidah usaha yang sehat.
Pemeringkatan dilakukan untuk mengklasifikasikan sekian banyak koperasi yang ada ke dalam kelompok-kelompok kualitas, yang berguna untuk dasar pemberdayaan dan penetapan ke-bijakan perkoperasian, peningkatan kredibilitas koperasi dalam bertransaksi dagang dan perbaikan kinerja koperasi.
Atas dasar nilai etis dan prinsip perkoperasian sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, penilaian mencakup beberapa aspek badan usaha yang sehat dan keclrian koperasi yang berkualitas. Yaitu aspek badan usaha aktif, aspek kinerja usaha, aspek kohesivitas dan partisipasi anggota, aspek orientasi kepada pelayanan anggota, aspek pelayanan kepada masyarakat, dan aspek kontribusi terhadap pembangunan daerah.
Pencapaian ini tentunya tidak boleh berhenti semata pada labelisasi koperasi berkualitas. Atas dasar klasifikasi ini. Kementerian Negara Koperasi berikut dua Badan Layanan Umumnya yang baru, yaitu Lembaga Pengelola Dana Bergulir dan Lembaga Layanan Pemasaran dengan pendekatan lintas pelaku, terus-menerus melakukan program pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil yang berhimpun dalam koperasi.
Pemberdayaan dikelompokkan pada lima aspek. Pertama, aspek kualitas sumber daya manusia, karena di situlah semuanya berawal. Kedua, aspek peningkatan aksesibilitas modal, karena dari modal inilah mereka secara komersial mampu menerjemahkan ide-ide kreatifnya. Ketiga, aspek mekanisasi dan inovasi teknologi, karena dari situ kualitas produksi dapat terjaga secara konsisten. Keempat, pematenah hak cipta dan merk, yang melalui keduanyalah koperasi kita dapat go international. Kelima, aspek kelembagaan dengan meningkatkan legalitas badan koperasi melalui kerjasama dengan Ikatan Notaris Indonesia, sehingga memungkinkan koperasi untuk membangun linkage program ke lemba-galembaga keuangan formal.
BAB II
PEMBAHASAN
Globalisasi ekonomi tidak lebih dari arus ekonomi liberal yang menurut Mubyarto mengandung pembelajaran tentang paham ekonomi Neoklasik Barat yang lebih cocok untuk menumbuhkan ekonomi (ajaran efisiensi), tetapi tidak cocok untuk mewujudkan pemerataan (ajaran keadilan).
Pengalaman menunjukkan bahwa krisis ekonomi yang melanda Indonesia di tahun 1997 merupakan akibat dari arus besar “globalisasi” yang telah menghancur-leburkan sendi-sendi kehidupan termasuk ketahanan moral bangsa. Sebagai perkumpulan orang, Koperasi Indonesia di era global akan selalu berhadapan dengan arus tatanan ekonomi liberal. Namun diakui bahwa koperasi memiliki anggota dari berbagai lingkungan sosial, budaya, agama dan kaum cerdik pandai yang semuanya menyumbangkan nilai-nilai koperasi.
Artinya sifat, watak, etika, moral dan ajaran terbaik yang dianut, dapat dilebur menjadi satu dalam koperasi, hingga selanjutnya membentuk watak dan akhlak koperasi. Jika demikian halnya, menghadapi tantangan globalisasi, koperasi percaya bahwa semua orang dapat dan seharusnya berupaya keras mengendalikan nasibnya sendiri. Artinya, harus mampu menolong diri sendiri.
Pengembangan diri secara penuh hanya terjadi jika orang-orang bergabung menjadi satu dan secara bersama mencapai tujuan bersamanya. Koperasi dengan semboyan: "satu untuk semua dan semua untuk satu“ dapat meyakinkan bahwa anggota sebagai pemilik koperasi harus mampu bertanggung jawab sendiri maupun bersama-sama demi sehat dan berkembangnya koperasi ke depan.
Anggota secara sendiri maupun bersama sebagai pemilik menyatukan kekuasaan, hak, kewajiban dan tanggung jawab dalam satu tangan. Karenanya anggota harus mampu mengendalikan koperasinya secara adil dan bijaksana, terutama dalam pengambilan keputusan. Dalam sistem koperasi, uang betapapun pentingnya adalah tetap abdi dan alat koperasi, bukan majikan. Menghadapi tantangan globalisasi, koperasi mestinya harus mampu memberikan kedudukan dan pelayanan kepada anggota atas dasar persamaan. Dari persamaan, timbul rasa kebersamaan dalam hidup berkoperasi, baik dalam penggunaan hak, kewajiban dan tanggung jawab.
Kebersamaan dan hidup bersama sebagai modal sosial menciptakan rasa saling percaya, kerukunan dan toleransi satu sama lain. Kebersamaan seperti ini yang dikehendaki oleh kegotong-royongan, saling menolong sebagai perwujudan dari asas kekeluargaan. Ini adalah modal yang sangat berharga bagi koperasi dalam menghadapi tantangan globalisasi. Di era globalisasi, keadilan harus tumbuh dalam nurani anggota dan dijabarkan dalam perlakuan adil koperasi terhadap anggotanya. Dalam memanfaatkan hasil usaha, keadilan ini diterjemahkan dalam pembagian SHU anggota, sesuai besarnya jasa anggota kepada koperasi. Di era globalisasi, kesetiakawanan dalam koperasi adalah kekayaan sangat berharga bagi kehidupan kolektif. Karena, koperasi bukan hanya perkumpulan pribadi sebagai anggota, tetapi anggota koperasi secara bersama adalah suatu kolektivitas.
Bung Hatta melihat kesetiakawanan dalam masyarakat gotong royong dan dengan benar dijadikan sebagai dasar koperasi di Indonesia. Kesetiakawanan berarti bahwa semua pribadi bersatu membangun koperasi dan gerakan koperasi secara lokal, nasional, regional dan internasional. Kesetiakawanan tumbuh secara timbal balik, karena swadaya dan tolong menolong adalah dua faktor mendasar yang menjadi inti dari falsafah perkoperasian. Falsafah perkoperasian inilah yang sangat membedakan koperasi dari bangun usaha yang lain. Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah bahwa prinsip-prinsip koperasi mestinya harus dilihat sebagai sebuah kerangka kerja yang memberdayakan koperasi untuk dapat meraih hari depan.
Prinsip-prinsip ini bukan merupakan ketentuan yang terpisah satu sama lain, tetapi harus dilihat dari keterkaitannya satu sama lain sebagai keseluruhan sistem yang utuh. Tidak ada satu yang lebih penting dari pada yang lain, karena semuanya adalah sama pentingnya. Semua itu bersumber satu, yaitu nilai-nilai koperasi.
BAB III
Penutup
Tidak dapat dipungkiri, tatanan sosial ekonomi kita sudah masuk dalam tatanan arus global. Karena itu, kita harus lebih banyak dan terus menerus menyoroti nasib buruk ekonomi rakyat yang selalu tertekan oleh pelaku sektor ekonomi modern. Koperasi Indonesia dibentuk, dibangun dan dikembangkan hanya oleh dan untuk anggotanya, yaitu masyarakat Indonesia. walaupun koperasi menjadi beragam, itu hanya pada kegiatan keseharian sebagai akibat dari karakter masyarakat kita yang beragam. Sebagai sebuah lembaga koperasi, aktualisasi prinsip dan nilai tidak harus menyimpang dari “jatidirinya”. Segala penyimpangan, secara konsisten patut ditindak tegas, mulai dari peringatan hingga tindakan hukum. Untuk sampai pada pemahaman makna “nilai dasar dan jatidiri koperasi” diperlukan secara terus menerus pengkajian dan pembelajaran yang benar dan aktual tentang itu. Tentunya tepat sasaran.
Pembelajaran Perkoperasian Indonesia dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, maupun di masyarakat, perlu disesuaikan dengan karakter dan kondisi mereka. Karena itu, perlu selalu dikaji ulang, dicermati dan disesuaikan dengan perkembangan dan kemurniannya.
Minggu, 29 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar